Majalengka -- Ratusan
kiai se-Jawa Barat, menggelar istigasah mendoakan kelancaran Muktamar PKB yang
bakal digelar di Provinsi Bali. Hadir sejumlah ulama kenamaan Jawa Barat
seperti Kiai Hariri Cirebon, Kiai Syakur Majalengka, Kiai Jamal dari Bandung,
juga banyak kiai lainnya dari berbagai wilayah Jawa Barat.
Dalam istigasah yang
diadakan di Ponpes Suluk Mizani Majalengka itu, para kiai meminta PBNU untuk
lebih fokus mengurusi umat ketimbang masuk dan cawe-cawe dalam urusan politik
praktis.
"Ketimbang
mengurusi PKB, lebih baik Gus Yahya memperbaiki kinerja PBNU yang belakangan
mulai disorot publik. PBNU terlihat lebih fokus pada isu-isu politik dan
kekuasaan daripada isu-isu moral dan keagamaan. Fokus yang berlebihan pada
politik praktis membuat PBNU kehilangan fokus pada fungsi utamanya sebagai
penjaga moral umat dan advokat keagamaan," kata Kiai Hariri, Senin (12/8).
Dalam catatannya,
ada beberapa isu yang meresahkan warga NU yang perlu dibereskan oleh Gus Yahya
bersama Gus Ipul seperti pengelolaan tambang, cap pro zionis, gaya komunikasi,
juga korupsi bekas Bendahara Umum PBNU Mardani Maming yang telah divonis 10
tahun penjara.
Keresahan para Kiai
akan kepemimpinan Gus Yahya di PBNU juga dipicu oleh gaya kepemimpinannya yang
dinilai otoriter. Pembekuan, pemecatan, dan likuidasi struktur Pengurus
Nahdlatul Ulama (NU) yang terjadi baru-baru ini menimbulkan kegelisahan di
kalangan warga NU. Tindakan ini mencakup sekitar 40 cabang NU yang masa
periodenya habis tanpa persetujuan untuk melakukan konferwil atau konfercab,
sehingga PBNU menunjuk seorang karteker untuk menggantikan para ketua wilayah
atau cabang yang dianggap tidak loyal.
"Salah satu
contoh mencolok adalah pemecatan Ketua PWNU Jawa Timur, Marzuki Mustamar.
Tindakan seperti ini dapat merusak soliditas dan harmoni di kalangan warga NU
di tingkat akar rumput," imbuh Kiai Hariri.
Sementara soal cap
pro zionis kepada Gus Yahya harus dijawab segera. Menurutnya, indikasi
kedekataan dan kemitraan Yahya Cholil Tsaquf dengan gerakan Zionis
internasional sudah tercium lama, hingga akhirnya terbuka saat kunjungannya ke
Israel pada tahun 2018 silam saat menjadi Katib Aam PBNU.
Kunjungan Gus Yahya
ke Israel dan pertemuannya dengan Presiden Israel, Benjamin Netanyahu, adalah
tindakan yang mencederai perjuangan bangsa Palestina dan mengkhianati semangat
Nahdlatul Ulama (NU) yang berkomitmen untuk memerdekakan Palestina. Tindakan
ini adalah bentuk pengkhianatan yang tidak hanya melukai hati umat Islam
Indonesia, tetapi juga merusak citra PBNU sebagai organisasi yang menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
"Kedekatan
dengan Zionis bertentangan dengan prinsip-prinsip yang dipegang teguh oleh NU.
Al-Quran dan hadis mengajarkan umat Islam untuk berdiri di pihak yang
tertindas, bukan merangkul penjajah. Qanun Asasi NU dan Pembukaan UUD 1945
dengan jelas menegaskan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina. Tindakan Yahya
Cholil Tsaquf ini tidak hanya menunjukkan ketidakpekaan terhadap penderitaan
rakyat Palestina, tetapi juga menunjukkan sikap yang bertentangan dengan
dasar-dasar perjuangan bangsa Indonesia," kata Kiai Syakur.
Terakhir soal
pernyataan publik yang dikeluarkan oleh sejumlah pengurus PBNU dalam beberapa
tahun terakhir seringkali menciptakan kegaduhan dan konflik, baik di kalangan
internal NU maupun di masyarakat luas. Fenomena ini menimbulkan keprihatinan
mendalam karena NU, sebagai organisasi ulama terbesar di Indonesia, memiliki
sejarah panjang dalam menjaga marwah dan kehormatan melalui kebijakan yang
bijaksana dan santun. Namun, belakangan ini, banyak pernyataan dari PBNU yang
justru memancing kontroversi, yang pada gilirannya mempengaruhi kepercayaan dan
simpati publik terhadap NU.
"PBNU harus
menyadari bahwa setiap pernyataan yang dikeluarkan memiliki dampak yang luas.
Pernyataan yang memancing kegaduhan akan merusak kepercayaan dan simpati publik
terhadap NU. Oleh karena itu, sangat penting bagi PBNU untuk kembali ke prinsip
dasar NU yang selalu menjaga kesantunan dan kebijaksanaan dalam bersikap.
Dengan demikian, NU dapat kembali dihormati sebagai organisasi ulama yang
kompeten dan berwibawa, serta mampu menjalankan peran strategisnya dalam
menjaga kedamaian dan keutuhan masyarakat Indonesia," kata Kiai Syakur
menutup. (Ris)