“Mau ke Kuningan,
mau ke Kuningan,” teriak Arya Randi Pratama,13, warga RT 04 RW 07 Kampung
Gunungsari, Bedeng, Kelurahan Pekiringan, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon.
Berulang-ulang bocah yang masih duduk di bangku kelas 6 SD tersebut meneriakkan
kata-kata yang sama, sambil melompat dengan kaki menghentak-hentak. Sang ibu,
Siti Anita,38, pun langsung memeluk putra sulungnya hingga akhirnya Arya berhasil
ditenangkan kembali.
Anita mengenang dulunya
Arya merupakan anak yang ceria. Ia pun kerap bermain dengan teman-teman sebaya,
termasuk bermain gim dari smartphone yang dibeli dengan uang pribadinya. “Dia
menyisihkan uang jajannya,” tutur Anita. Smartphone itu pula yang digunakan
oleh Arya saat pembelajaran jarak jauh di masa pandemi Covid-19 lalu.
Namun kini Arya
telah berubah, tak ada lagi Arya yang ceria. “Awalnya ia sering melamun.
Kemudian ia pun mulai mengamuk dan merusak barang-barang di rumah,” tutur
Anita. Bahkan Arya semakin berubah secara drastis hingga terkadang menyakiti
diri sendiri.
Semua berawal saat
sang ibu meminta izin kepada Arya untuk menjual smartphone yang dimilikinya.
Desakan ekonomi memaksa Anita menjual smartphone milik anak sulungnya. “Saya
tidak bekerja, 8 bulaan suami saya ga kasih nafkah,” tutur Anita. Sementara
Anita harus menghidupi diri dan ketiga anaknya. Sang suami bekerja sebagai
buruh serabutan dan sering meninggalkan keluarganya untuk bekerja keluar kota.
“Saya izin ke Arya,
mama pinjem dulu, nanti kalau ada uang beli lagi,” tutur Anita menirukan
ucapannya meminta izin kepada Arya untuk menjual smartphonenya sekitar dua
bulan setelah masuk kelas 6 Sekolah Dasar (SD).
Setelah dijual, Arya
pun berubah. Bahkan Arya pun terkadang menghilang dari rumah. Arya bahkan
pernah dijemput warga dari Kabupaten Kuningan karena berjalan kaki ke sana.
Anita sungguh tidak menyangka dijualnya smartphone berdampak besar pada diri
anaknya. Anita pun sangat berharap suaminya yang sudah kembali bekerja keluar kota
tidak lagi terlambat mengirimkan uang untuk kebutuhan di rumah. (Hid)