Pengamat Politik Universitas Gajah Mada, Mada Sukmajati (foto: Istimewa) |
Jakarta -- Pengamat
politik dari Universitas Gajah Mada, Mada Sukmajati menekankan harus ada
jaminan bahwa kesalahan yang sama dari politisi PSI, Ade Armando, tidak
terulang lagi. Permintaan maaf dan teguran keras belum cukup.
“ Kita perlu lihat
respon PSI, katanya sudah dikasih teguran keras dan Ade minta maaf, tetapi
sampai disitu atau apa respon lebih lanjut. Tentu saja, permintaan maaf dan
komitmen untuk tidak mengulang lagi statement serupa di masa datang kita
perlukan, pubik perlukan. “ ujar Mada, Senin, 5 Desember 2023. Apa yang disampaikan Ade, bahwa Yogyakarta
merupakan contoh nyata Politik Dinasti adalah komentar serampangan.
“ Kalau kemudian
cara mengcounter narasi politik dinasti tidak pas, itu berarti cara counter
narasi bisa dikatakan serampangan. Tidak melalui proses analisa yang cermat dan
proses studi yang mendalam, sehingga jogja pun yang notabene kerajaan dan itu
diakui secara konstitusi,” sebut Mada.
Gubernur Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X mengingatkan, konstitusi
peralihan itu kan ada di pasal 18 (UUD 1945), yang menyangkut masalah
pemerintah Indonesia. Itu menghargai asal usul tradisi DIY. Lalu negara juga
telah melindungi keistimewaan DIY melalui UU Nomor 13 tahun 2012 yang
menyebutkan bahwa Gubernur DIY harus dijabat oleh Sultan Keraton Yogyakarta,
dan Wakil Gubernur DIY adalah Adipati Pura Pakualam.
"Pemerintah
Indonesia itu menghargai asal usul tradisi di DIY, sehingga bunyi Undang-Undang
Keistimewaan itu juga mengamanatkan Gubernur Sultan dan Wakil Gubernur
Pakualam, ya melaksanakan itu aja," kata Sri Sultan.
Belajar dari blunder
ini, Mada mengingatkan agar semua pihak, khususnya politisi untuk berhati-hati
dalam bersikap. Mengedepankan etika dan moralitas. “ Yang kemudian bisa kita
pelajari dari isu ini, meski tingkat kompetisi di pemilu tetap tinggi,
seharusnya tetap dilandasi dengan etika dan moralitas, sehingga kompetisi itu
bisa berjalan dengan santun dan beradab.” tegas Mada.
Dia menambahkan,
dalam suasana kompetisi elektoral seperti ini memang menjadikan orang itu akan
kelihatan karakter aslinya. Kalau dia baik, pasti cara cara yang digunakan akan
baik, meski tingkat kompetisi tinggi.” Sebaliknya kalau dia tidak baik, memburu
kemenangan saja, itu kemudian akan mudah untuk tergelincir dalam godaan untuk
bisa dikatakan mengatakan, menghalalkan semua cara. “ tandas Mada. (Ris)