Peneliti Perludem, Kahfi Adlan Hafiz (foto: istimewa) |
Jakarta -- Peneliti
Perludem, Kahfi Adlan Hafiz menilai tidak tepat atas sebutan Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat di Yogyakarta sebagai politik dinasti oleh politikus
PSI Ade Armando.
"Statemen bang
Ade kan mengomentari Aliansi Mahasiswa Jogja tentang Gibran sebagai cawapres
yang dianggap mewakili kaum muda. Saya agak bingung ketika malah dikaitkan
dengan Kesultanan Yogyakarta," tutur Kahfi, Senin , 5 Desember 2023.
Menurutnya, dalam
membahas politik dinasti, ada perbedaan dalam Kesultanan Yogyakarta dan majunya
Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres bermodalkan Putusan MK Nomor 90 terkait
batas usia capres-cawapres. Di Jogja, kesultanan dilegitimasi oleh UU
berdasarkan landasan historis dan sosiologis.
"Jogja juga tidak memiliki Pilgub, sehingga memang tidak ada
politik dinasti, karena memang kerajaan," tambahnya.
Sedangkan pada kasus
Gibran, tudingan politik dinasti muncul pasca Putusan MK yang serampangan
menafsir konstitusi dan UU Pemilu. Selain itu, majunya Gibran mengandung dua
persoalan. "Pertama putusan MK mengandung conflict of interest karena pamannya, Anwar Usman adalah ketua MK.
Kedua, dia maju ketika ayahnya, Presiden Jokowi masih menjabat,"
tandasnya.
Selain itu, tudingan
politik dinasti Jokowi juga diikuti kekhawatiran potensi kecurangan yang
mungkin terjadi, seperti politisasi birokrasi dan penggunaan state resource. "Makanya
perbandingan Kesultanan Yogyakarta dengan kasus gibran jadi irrelevant (tidak
relevan)," pungkasnya. (Ris)