Jakarta – Kunjungan silaturahmi ketua umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto kepada ketua umum DPP PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri lekat dengan persiapan jelang pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
“Ya pasti dikaitkan dengan pilpres. Kalau cuma silaturahmi biasa kan bisa lewat telepon, video call, bereskan? Pasti ada kaitannya dengan 2024,” tutur Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, Jumat, 6 Mei 2022.
Kendati pertemuan tersebut tidak diakui sebagai persiapan pilpres 2024 namun hal itu tidak menampik adanya faktor kedekatan antara Megawati dan Prabowo. "Memang gak ada (obrolan) pilres, tapi silaturahmi ini kan semakin menegaskan bahwa Prabowo cukup lengket dengan Megawati," tambahnya.
Dijelaskan Adi, silaturahmi politik yang dilakukan Prabowo Subianto kepada Megawati Soekarnoputri juga bisa dinilai sebagai pencanangan duet Prabowo-Puan yang sempat mendapati hasil positif berdasarkan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Ini berarti, duet Prabowo-Puan menurut Adi relatif leading. “Setidaknya dua orang ini sudah sama-sama mulai dikenal oleh publik terkait 2024,” tutur Adi.
Silaturahmi politik tersebut juga seakan-akan menambah amunisi. Sehingga publik terus membicarakan tentang kemungkinan Prabowo-Puan bisa berduet di pilpres 2024.
Survei SMRC menunjukkan bahwa jika yang bertarung hanya dua pasangan, Prabowo Subianto-Puan Maharani melawan Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono, hasilnya Prabowo-Puan mendapatkan 41%, Anies-AHY 37,9%, dan 21% yang belum menentukan pilihan.
Sedangkan dalam simulasi Prabowo-Puan melawan Ganjar-Airlangga, Prabowo-Puan didukung 39,3%, Ganjar-Airlangga 40,3%, dan 20,5% yang belum menentukan pilihan.
Sulit tentukan Capres
Sementara itu pengamat politik Yunarto Widjaja mengungkapkan ‘perkawinan’ dua partai pemenang pemilu dan ‘runner up’ merupakan hal yang sulit dilakukan sekalipun bisa saja terjadi. Kesulitan tersebut terutama untuk menentukan siapa calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). “PDIP survei nya jauh di atas Gerindra. Sulit buat saya membayangkan partai pemenang pertama itu mau hanya menjadi cawapres,” tuturnya.
Namun Yunarto juga tidak bisa membayangkan Prabowo Subianto mau mengalah sebagai cawapres karena menyadari partainya hanya peringkat kedua. “Karena Prabowo kapasitasnya sebagai capres,” tutur Yunarto yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia. Dari sisi elektabilitas pun, lanjut Yunarto, Puan Maharani di bawah Prabowo Subianto.
Duet PDIP dan Gerindra pernah terjadi pada 2009 yang memasangkan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo. Bahkan duet tersebut diseremonikan dengan perjanjian Batu Tulis. Namun pada pemilu 2014, PDIP justru mengusung Joko Widodo-Jusuf Kalla. (Van)