Kejaksaan Negeri Kota Cirebon Tahan Penjual Mesin Riol, Ini Sejarahnya

Koordinator Kendi Pertula, Mustaqim Asteja
di depan bangunan gedung riol

 

Cirebon – Lima hari jelang Idul Fitri, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon menahan dua tersangka penjual mesin air riol.

Sebenarnya, dalam kasus dugaan penjualan mesin air riol, Kejaksaan Negeri Kota Cirebontelah menetapkan empat orang tersangka. Namun pada Rabu, 27 April 2022 lalu hanya dua orang tersangka yang memenuhi panggilan dan akhirnya dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Cirebon. Masing-masing dengan inisial WS, PNS yang saat ini menjabat sebagai camat Kesambi, Kota Cirebon dan PD, merupakan pihak swasta.

Untuk dua tersangka lainnya, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Cirebon, Umaryadi, mengungkapkan akan dilakukan pemanggilan ulang. Masing-masing dengan inisial LT, yang menjabat sebagai PNS di Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Kota Cirebon dan AT, dari pihak swasta.

“Kami telah menemukan dua alat bukti, sehingga menetapkan keempatnya sebagai tersangka dugaan penyimpangan penjualan aset  air limbah,” tutur Kepala Kejaksaan Negeri Kota Cirebon, Umaryadi.

Mengapa mesin air riol menjadi sangat berharga dan bisa menjadi penyebab 4 orang ditetapkan sebagai tersangka dugaan penyimpangan penjualan aset air limbah? Mustaqim Asteja, koordinator komunitas pusaka Cirebon, Kendi Pertula, menjelaskan mesin air riol merupakan benda cagar budaya yang dilindungi. Berdasarkan  Surat Keputusan (SK) Wali Kota Cirebon No 19 tahun 2001 yang dikeluarkan oleh Walikota Cirebon sebelumnya, Lasmana Suriatmadja, mesin air riol dan gedungnya yang ada di kawasan Pelabuhan Cirebon merupakan cagar budaya. “Serta harus dilindungi dengan derajat sangat ketat,” tutur Mustaqim.

Dijelaskan Mustaqim, gedung riol dulunya merupakan kantor irigasinya Belanda. Bangunan tersebut berdiri sejak 1919 yang jaraknya sekitar 5 meter dari laut. Dibangunnya gedung lengkap dengan tiga mesin riol nya merupakan upaya dari pemerintahan Belanda untuk menghindari Cirebon dari banjir. “Kota Cirebon dikelilingi oleh sungai. Sehingga kerap dilanda banjir,” tutur Mustaqim. Tidak hanya itu, sungai-sungai itu pun kerap mengeluarkan bau tidak sedap dan membuat kota terllihat kumuh.

Padahal saat itu, pemerintah kolonial Belanda sudah mewajibkan aparatnya untuk memberikan pelayanan yang baik kepada penghuni kota. Untuk itu, mereka memutuskan untuk menutup sungai namun di bawahnya dibangun jaringan riol, yaitu jaringan pembuangan air.

Jaringan ini kemudian terhubung dengan tiga buah mesin yang ada di gedung riol. Saat hujan deras turun, debit air sungai pun naik. Namun banjir bisa dihindari karena air langsung disedot oleh jaringan dan mesin riol untuk disalurkan ke laut.

Jaringan riol tepatnya jaringan utara dan selatan di Kota Cirebon juga mengalirkan air limbah yang ada di kota. Air limbah itu kemudian ditampung di bak tertutup yang ada di sekitar gedung riol. Setelah melalui sejumlah treatmen, air limbah itu baaru dibuang ke laut. “Air limbah harus diolah dulu agar pelabuhan tidak tercemar,” tutur Mustaqim.

Kini, bangunan riol yang terletak di kawasan pelabuhan dekat dengan taman Ade Irma, terbengkalai. Gedung yang dibangun pada 1919 tersebut sudah tidak terawat namun dindingnya terlihat disemen lagi yang diduga untuk menutupi hilangnya tiga mesin riol yang ada di gedung tersebut.

Menurut Mustaqim, sekitar tahun 90 an, mesin riol yang konon hanya ada 3 di dunia masih bisa berfungsi. “Awal 2019 saya juga datang kesini, motret lagi. Mesin-mesin itu masih ada,” tuturnya. Bahkan panel-panel listrik yang antik juga masih terlihat.

Keberadaan gedung dan mesin riol menurut Mustaqim sebebarnya bisa menjadi penanda Kota Cirebon sebagai kota pusaka. Serta bisa menjadi keunggulan untuk dikembangkan di masa depan. (RIS)

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama