Ini Kenangan Puan Maharani Terhadap Sang Nenek

 



 

Jakarta – Ketua DPR RI, Puan Maharani mengenang sang nenek, Ibu Agung Hj Fatmawati sebagai sosok yang membanggakan dan menginspirasi.

 

Tahun ini merupakan 42 tahun Indonesia kehilangan ibu negara pertama Fatmawati. Beliau meninggal pada 14 Mei 1980 pada usia 57 tahun di Kualalumpur, Malaysia. Serangan jantung menjadi penyebab meninggal penjahit bendera pusaka tersebut ketika dalam perjalanan pulang umroh dari Mekkah.

 

Cucu Fatmawati, Puan Maharani, menjelaskan bahwa neneknya sebagai sosok yang membanggakan.  "Ibu Fatmawati selain menjadi kebanggaan keluarga kami, beliau juga adalah sosok kebanggaan masyarakat Bengkulu, dan kebanggaan bangsa Indonesia," kata Puan. Puan pun selalu menjadikan sosok Fatmawati sebagai inspirasi.

 

Perjuangan Fatmawati yang mendukung Soekarno dalam memproklamirkan serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia dinilai Puan Maharani tak hanya sekedar pengabdian istri kepada suami, namun juga seorang warga kepada negara dan bangsanya. "Salah satu cerita yang paling menginspirasi dari Ibu Fatmawati adalah bagaimana ia turut menjahit bendera merah putih, yang dikibarkan saat proklamasi kemerdekaan," kata mantan Menko PMK ini.

 

Puan mengisahkan, saat itu untuk mendapatkan bahan kain merah dan putih dalam ukuran sebesar bendera bukan lah hal yang mudah.  Barang-barang eks impor semuanya berada di tangan Jepang. Fatmawati pun harus meminta bantuan  Shimizu, orang yang ditunjuk oleh Pemerintah Jepang sebagai perantara dalam perundingan Jepang-Indonesia.

 

Shimizu lalu mengusahakannya lewat seorang pembesar Jepang, yang mengepalai gudang di Pintu Air di depan eks Bioskop Capitol. Dengan susah payah Fatmawati akhirnya mendapatkan bahan kain itu dan menjahitnya.  "Bendera itulah yang berkibar di Pegangsaan Timur saat proklamasi kemerdekaan Indonesia," kata perempuan pertama yang menjadi Menko di Indonesia ini.

 

Fatmawati menghabiskan waktunya untuk menjahit bendera itu dalam kondisi fisik yang cukup rentan. Pasalnya, Fatmawati saat itu sedang hamil tua dan sudah waktunya untuk melahirkan putra sulungnya, Guntur Soekarnoputra.

 

Fatmawati menjahit bendera itu secara berangsur-angsur dengan mesin jahit Singer yang dijalankan hanya dengan tangan saja.

 

Sebab dokter melarang ia menggunakan kaki untuk menggerakkan mesin jahit.  Tak jarang, Fatmawati menitikkan air mata kala menjahit bendera itu. Namun, Fatmawati tak berhenti menjahit bendera itu hingga rampung karena meyakini Indonesia akan segera merdeka dalam waktu dekat.

 

"Bagi saya, Ibu Fatmawati adalah sosok yang mempunyai visi dan pandangan jauh ke depan. Atas jasa Beliau, kita bangsa Indonesia memiliki bendera pusaka merah putih yang dijahit dengan tangan Beliau sendiri dan dipersiapkan sebelum Indonesia merdeka," kata Puan. (Ris)

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama