Dampak pandemi Covid-19 juga dialami Desa Wisata Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan. Harus tutup dan buka berkali-kali, saat ini Desa Cibuntu tengah berbenah. “Saat ini kami terus berbenah setelah beberapa kali buka dan tutup karena pandemi Covid-19,” ungkap Adang Sukanda, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), Desa Cibuntu, Senin, 31 Mei 2021.
Setelah tutup cukup lama, di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) ini Desa Wisata Cibuntu kembali berupaya membangkitkan pariwisata di desa mereka. Sejumlah kegiatan baru dirancang. “Saat tutup karena pandemi Covid-19, kami sudah menanam pohon teh,” ungkap Adang. Saat ini sudah sekitar 2 ribu pohon teh yang ditanam.
Baca juga "Tertarik Ikuti Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021, Begini Caranya"
Awalnya penanaman pohon teh dilakukan untuk mencegah tebing longsor. Namun ke depannya Adang yakin pohon teh tersebut nantinya dapat berguna untuk menarik wisatawan berkunjung kembali ke desa mereka. “Kami dapat cerita, dulunya di sini juga banyak pohon-pohon teh,” ungkap Adang.
Pihak desa saat ini juga tengah mendorong warganya untuk melakukan pertanian secara organik. “Tahap pertama kita tanam padi dan ubi organik,” ungkap Adi. Keberadaan kampung domba di desa mereka tentu sangat menunjang pertanian organik. Kotoran-kotoran domba bisa digunakan sebagai penyubur tanaman. “Kami juga berupaya untuk menghidupkan lahan-lahan tidur,” ungkap Adang. Yaitu dengan cara menghidupkan agro tani seperti menanam durian, alpukat, jahe, kemiri dan lainnya.
Upaya yang dilakukan diharapkan Adang mampu kembali menarik kunjungan wisatawan ke desa mereka. “Terletak di lahan terbuka, kami yakin wisatawan akan kembali berkunjung ke sini,” ungkap Adang.
Awalnya Galian C
Sesuai namanya, Desa Cibuntu memang terletak di ujung dan buntu. Untuk mengunjungi desa-desa tetangga, mereka harus kembali ke jalan masuk desa.
Sebelumnya Desa Cibuntu lebih dikenal dengan galian C nya. Berton-ton pasir dan batu digali dari perut Desa Cibuntu. Alam rusak, ekosistem hancur. Kondisi ini menimbulkan keprihatinan Awan, Kepala Desa Cibuntu. Sekitar 2003, penambangan galian C ditutup. Awam mulai menata kondisi desa yang rusak akibat galian C.
“Salah satunya dengan memindahkan kandang-kandang domba yang sebelumnya berdampingan dengan rumah warga ke lokas tersendiri,” ungkap Adang. Ternyata saat sudah menjadi desa wisata pada 2012, pemindahan ini sangat berguna. Membuat desa bersih dan keberadaan kandang-kandang domba juga menjadi daya tarik wisatawan.
Penetapan Desa Cibuntu sebagai desa wisata setelah sebelumnya dilakukan kajian ilmiah oleh salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Pemandangan indah nan hijau, ditambah semilir angin pegunungan membuat desa tersebut akhirnya cocok dijadikan desa wisata.
Keuletan warga berbuah manis. 2016 Desa Cibuntu dinobatkan sebagai desa wisata terbaik urutan lima tingkat ASEAN untuk bidang homestay. Pada 2017, Desa Cibuntu juga terpilih sebagai desa wisata terbaik peringkat dua di Indonesia dalam ajang Community Based Tourism (CBT) Kementrian Pariwisata.
Tertarik berkunjung ke Desa Wisata Cibuntu? Rumah warga disiapkan untuk lokasi homestay. Ada sekitar 60 rumah warga yang disiapkan untuk wisatawan lengkap dengan sarapan pagi. “Tapi untuk sementara, selama pandemi Covid-19 kami tidak menerima wisatawan untuk menginap di rumah warga,” ungkap Adang.
Sedangkan untuk wisatawan yang datang rombongan, seperti anak-anak sekolah, bisa mendapatkan berbagai kegiatan edukatif di Desa Wisata Cibuntu. Mulai dari belajar menanam padi, membajak sawah, beternak domba hingga membuat berbagai kerajinan dari tanah liat.
Desa wisata Cibuntu juga memiliki daya tarik alami lainnya. Seperti adanya mata air kahuripan yang oleh warga setempat airnya bisa langsung diminum hingga situs purbakala Curug Longseng. Keduanya sebenarnya masuk ke kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). “Tapi kami sudah bekerja sama dengan mereka sehingga wisatawan juga tetap bisa berkunjung ke tempat tersebut,” ungkap Adang.
Sekalipun belum sebanyak sebelumnya, Desa Wisata Cibuntu sudah mulai dikunjungi wisatawan. Sekalipun baru wisatawan lokal dan wisatawan dari kota tetangga. “Protokol kesehatan tetap kami terapkan,” ungkap Adang. Mulai dari menyiapkan sejumlah tempat cuci tangan untuk wisatawan serta mengingatkan wisatawan untuk senantiasa menggunakan masker.
“Kami berharap, kunjungan wisatawan ke desa kami kembali membaik,” harap Adang.